Saturday, February 11, 2012

Story Behind The Picture of The Praying Hands

Abad 15. Di sebuah desa kecil dekat Nuremberg, hiduplah sebuah keluarga dengan 18 anak. 18!! Untuk dapat mencukupi kebutuhan makan mereka, si ayah, seorang pandai emas, bekerja selama 18 jam setiap harinya, baik di pasar maupun pekerjaan serabutan lain yang ditemuinya.
Meskipun kelihatannya kondisi mereka parah tak punya harapan, dua anak yang paling besar memiliki sebuah mimpi. Mereka berdua ingin mengembangkan bakat seni mereka, tapi mereka sadar bahwa ayah mereka tak kan mampu membiayai mereka bersekolah di Akademi Nuremberg.
Setelah lama berdiskusi di tempat tidur mereka yang dipenuhi banyak saudara mereka, kedua anak lelaki itu membuat kesepakatan. Mereka akan melakukan undian dengan melempar koin. Yang kalah harus mau bekerja di lubang-lubang tambang dan dengan penghasilannya itu harus membiayai saudaranya belajar di akademi. Lalu, apabila masa 4 tahun belajar di akademi telah selesai, gantian ia harus membiayai saudaranya, baik dengan cara menjual karya seninya ataupun, bila perlu, bekerja di lubang-lubang tambang.

Minggu pagi sepulang dari gereja, mereka pun melempar koin. Albrecht Durer menang dan pergi ke Nuremberg. Sementara itu Albert harus bekerja di tambang yang berbahaya selama 4 tahun ke depan, menanggung biaya saudaranya yang magang belajar di tempat yang menjadi impian puncak mereka berdua. Sketsa Albrecht, ukiran kayunya, dan permainan cat minyaknya ternyata jauh lebih baik dari profesornya. Menjelang wisudanya, ia pun mulai memperoleh penghasilan dari hasil magangnya.

Saat seniman muda itu kembali ke desa, Keluarga Durer mengadakan pesta makan malam di halaman untuk merayakan pulangnya Albrecht. Setelah makan malam yang mengesankan, yang diisi dengan musik dan tawa, Albrecht bangkit dari tempat duduknya yang diatur ada di posisi terhormat di ujung meja. Ia berdiri mengangkat gelas untuk bersulang bagi saudaranya untuk tahun-tahun pengorbanan yang dilaluinya demi membiayai Albrecht mencapai impiannya.

Dalam pidato penutupnya Albrecht berkata, “Dan sekarang, Albert, saudaraku yang diberkati, sekarang adalah giliranmu. Sekarang engkau dapat pergi ke Nuremberg untuk mengejar impianmu. Giliranku sekarang yang menanggungmu.”

Semua kepala menoleh dengan ke ujung meja yang lain dimana Albert duduk. Air mata Albert mengalir di wajahnya yang pucat, kepalanya menggeleng saat ia sambil tersedu-sedu berkata, “Tidak.. tidak.. tidak.. tidakk…”
Akhirnya Albert bangkit dan menghapus air mata di pipinya. Ia memandang ke arah wajah orang yang disayanginya, lalu, sambil mengusap pipi kanannya, Albert berkata lirih, “Tidak saudaraku. Aku tidak bisa pergi ke Nuremberg. Sudah terlambat bagiku. Lihatlah… lihat apa yang terjadi pada tanganku setelah 4 tahun ini! Tulang-tulang di setiap jari jemariku semuanya pernah terpukul palu dan belakangan aku menderita arthritis yang parah di tangan kananku yang membuatku bahkan tak dapat memegang gelas pun untuk dapat bersulang denganmu… apalagi untuk dipakai melukis di kanvas atau perkamen dengan pena ataupun kuas. Tidak saudaraku… ini sudah terlambat bagiku.”

Lebih dari 450 tahun telah berlalu. Saat ini, ratusan lukisan masterpiece Albrecht Durer, sketsa pena, cat air, kapur, ukiran kayu, dan pahatan tembaga tergantung di setiap museum besar di dunia. Tetapi yang aneh adalah karya Albrecht Durer yang anda pun mungkin familiar. Anda bahkan mungkin punya reproduksinya di rumah atau kantor anda.

Suatu hari, untuk memberi penghormatan pada Albert atas masa-masa pengorbanan untuknya, Albrecht Durer dengan hati tersayat-sayat berusaha melukis tangan saudaranya yang rusak dengan jemari menunjuk ke langit. Albrecht hanya menamai lukisan ini “Hands” namun orang-orang di seluruh dunia yang terbuka hatinya setelah mengetahui kisah di balik lukisan itu menamai kembali lukisan persembahan cinta itu dengan nama “”The Praying Hands.”
Lain kali anda melihat duplikat lukisan itu, lihatlah dengan seksama. Biarkan lukisan itu mengingatkan anda, bahwa anda membutuhkan seseorang.. dan tak seorang pun dapat berhasil tanpa adanya orang lain yang membantu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...