Tuesday, March 22, 2011

Hal Yang mengenai Perjalanan Yesus Sebelum Ia Di Salib Hingga Ia Bangkit Kembali

Kembali dari Makam ~ Yusuf dari Arimatea Dijebloskan ke dalam Penjara



Hari Sabat sudah di ambang pintu; Nikodemus dan Yusuf kembali ke Yerusalem lewat sebuah pintu kecil tak jauh dari taman, yang dibuat Yusuf dalam tembok kota dengan ijin khusus. Mereka mengatakan kepada Santa Perawan, Magdalena, Yohanes, dan sebagian perempuan yang hendak kembali ke Kalvari untuk berdoa di sana, bahwa pintu ini, juga ruang perjamuan, senantiasa terbuka bagi mereka kapan pun mereka menghendakinya. Kakak Santa Perawan - Maria Heli - kembali ke kota bersama Maria ibunda Markus dan beberapa perempuan lainnya. Para hamba Nikodemus dan Yusuf pergi ke Kalvari untuk mengambil beberapa barang yang mereka tinggalkan di sana.


Para prajurit menggabungkan diri dengan prajurit lainnya yang berjaga di gerbang kota dekat Kalvari. Cassius menghadap Pilatus dengan tombaknya, menceritakan segala sesuatu yang ia lihat dan berjanji untuk memberinya laporan secara terperinci atas segala yang akan terjadi, jika Pilatus memberinya wewenang untuk memegang komando atas para prajurit yang pasti akan diminta kaum Yahudi untuk berjaga di sekitar makam. Pilatus mendengarkan kata-kata Cassius dengan kengerian tersembunyi, namun hanya mengatakan kepada sang prajurit bahwa para dewanya amat murka.


Yusuf dan Nikodemus bertemu dengan Petrus dan kedua Yakobus di kota. Mereka semua mencucurkan airmata, tetapi Petrus sama sekali tenggelam dalam dukacita yang dahsyat. Ia memeluk mereka, mempersalahkan diri atas ketidakhadirannya saat wafat sang Juruselamat, dan menyampaikan terima kasih kepada mereka yang telah melaksanakan upacara pemakaman atas tubuh kudus-Nya. Selanjutnya, disepakati bersama bahwa pintu ruang perjamuan akan senantiasa terbuka bagi mereka kapan pun mereka menghendakinya, lalu mereka pergi untuk menemui murid-murid lain yang telah menyebar ke berbagai penjuru. Kemudian, aku melihat Santa Perawan dan para sahabatnya memasuki ruang perjamuan; Abenadar datang menyusul dan dipersilakan masuk; lambat-laun sebagian besar para Rasul dan murid berkumpul di sana. Para perempuan kudus undur diri ke bagian bangunan di mana Santa Perawan tinggal. Mereka bersantap dan melewatkan beberapa waktu lamanya dalam airmata serta saling menceritakan apa yang dilihat masing-masing. Para lelaki berganti pakaian; aku melihat mereka berdiri di bawah lampu dan merayakan Sabat. Mereka makan daging anak domba di ruang perjamuan, tetapi tanpa upacara, sebab mereka telah makan anak domba Paskah malam sebelumnya. Mereka semua tanpa semangat dan diliputi dukacita. Para perempuan kudus juga melewatkan waktu dalam doa bersama Santa Perawan di bawah lampu. Ketika malam tiba, Lazarus, janda dari Naim, Dina perempaun Samaria, dan Mara dari Sufan,* datang dari Betania. Lalu, sekali lagi kisah akan segala sesuatu yang terjadi diceriterakan dan airmata pun bercucuran.


* Menurut penglihatan Sr Emmerick, ketiga perempuan tersebut di atas telah beberapa waktu lamanya tinggal di Betania dalam semacam komunitas yang dibentuk Marta, yang bertujuan untuk menyediakan segala keperluan para murid apabila Tuhan kita bepergian, dan untuk pengumpulan serta pembagian amal kasih yang mereka terima. Janda Naim, yang puteranya - Martial - dibangkitkan Yesus dari mati, menurut Sr Emmerick terjadi pada tanggal 28 Markhesywan (18 November), bernama Maroni. Ia adalah puteri dari seorang paman St Petrus dari pihak ayah. Suami pertamanya adalah putera dari seorang saudari Elisabet; Elisabet sendiri adalah puteri dari seorang saudari ibunda St Anna. Suami pertama Maroni meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, kemudian Maroni menikah dengan Elind, seroang kerabat St Anna, meninggalkan Chasaluth, dekat Tabor, untuk menetap di Naim, yang tak jauh dari sana, di mana tak lama berselang ia kehilangan suaminya yang kedua.


Dina, perempuan Samaria, adalah perempuan yang bercakap-cakap dengan Yesus di Sumur Yakub. Ia dilahirkan dekat Damaskus dari orangtua yang setengah Yahudi dan setengah kafir. Kedua orangtuanya meninggal saat ia masih kecil benar; ia dibesarkan oleh seorang perempuan yang berkarakter buruk. Benih-benih hawa nafsu jahat segera bersemi dalam hatinya. Ia telah memiliki beberapa suami, yang datang silih berganti; suaminya yang terakhir tinggal di Sikhar, ia ikut bersamanya dan mengubah namanya dari Dina menjadi Salome. Ia mempunyai tiga orang puteri dan dua orang putera yang telah dewasa, yang sesudahnya menggabungkan diri dengan para murid. Sr Emmerick seringkali mengatakan bahwa hidup perempuan Samaria ini merupakan suatu nubuat - bahwa Yesus telah berbicara kepada segenap bangsa Samaria melalui dirinya, dan bahwa bangsa Samaria terikat pada kesalahan-kesalahan mereka sebanyak perempuan ini telah melakukan perzinahan.


Mara dari Sufan adalah seorang Moab, berasal dari daerah sekitar Sufan, dan merupakan keturunan Orpa, janda Mahlon, putera Naomi. Orpa menikah lagi di Moab. Dari Orpa, saudari ipar Rut, Mara bersanak dengan keluarga Daud, leluhur Tuhan kita. Sr Emmerick melihat Yesus membebaskan Mara dari empat setan dan menganugerahkan pengampunan atas dosa-dosanya pada tanggal 17 Elul (9 September) dalam tahun kedua pewartaan-Nya di depan publik. Mara tinggal di Ainon setelah ditolak oleh suaminya, seorang Yahudi yang kaya, yang mengambil anak-anak hasil hubungan pernikahan mereka. Mara mempunyai tiga orang anak lain dari hubungan perzinahannya.


“Aku melihat,” demikian Sr Emmerick, “aku melihat bagaimana cabang-cabang liar dari tanggul Daud dimurnikan dalam dia oleh rahmat Yesus, dan dibawa masuk ke dalam pelukan Gereja. Tak dapat aku ungkapkan betapa banyak dari akar-akar dan dahan-dahan ini yang aku lihat saling membelit satu dengan lainnya, hilang dari pandangan, lalu sekali lagi dibawa kepada terang.”


Yusuf dari Arimatea pulang larut malam dari ruang perjamuan; ia menyusuri jalanan Sion dengan murung dan sedih, disertai beberapa murid dan perempuan, ketika sekonyong-konyong, segerombolan orang bersenjata, yang bersembunyi untuk menyergap mereka, menyerang serta menawan Yusuf, sementara teman-teman seperjalanannya melarikan diri sembari menjerit ketakutan. Yusuf dikurung dalam sebuah menara dekat tembok kota, tak jauh dari balai pengadilan. Para prajurit ini adalah orang-orang kafir, mereka tak merayakan hari Sabat, sebab itu Kayafas dapat mengandalkan tenaga mereka dalam peristiwa ini. Tujuan mereka adalah membiarkan Yusuf mati kelaparan, serta merahasiakan penangkapannya.


Dengan demikian berakhirlah kisah akan segala sesuatu yang terjadi pada hari Sengsara Tuhan kita; namun demikian kita akan melanjutkkannya dengan kisah-kisah tambahan seputar Sabtu Suci, Yesus turun ke Tempat Penantian dan Kebangkitan Yesus.

Mengenai Nama Kalvari


Sementara merenungkan nama Golgota, Kalvari, Tempat Tengkorak, yaitu nama bukit karang di mana Yesus disalibkan, aku menjadi semakin tenggelam dalam kontemplasi, dan melihat dalam roh abad-abad dari masa Adam hingga ke masa Kristus, dan dalam penglihatan ini asal mula nama Kalvari dinyatakan kepadaku. Di sini, akan aku sampaikan segala yang aku ingat mengenainya.

Aku melihat Adam, setelah diusir dari Taman Firdaus, menangis dalam grotto di mana Yesus berkeringat air dan darah di Bukit Zaitun. Aku melihat bagaimana Set dijanjikan kepada Hawa di grotto kandang Betlehem, dan bagaimana Hawa melahirkannya dalam grotto yang sama. Aku juga melihat Hawa tinggal di gua-gua dekat Hebron, di mana Biara Esseni dari Maspha didirikan di kemudian hari.

Lalu, aku melihat negeri di mana Yerusalem dibangun, seperti keadaannya sesudah Air Bah, daratan seluruhnya terbengkalai, hitam, berbatu-batu dan amat berbeda dari sebelumnya. Di suatu kedalaman yang terdalam di bawah bebatuan yang membentuk Bukit Kalvari (yang terbentuk di tempat ini karena hempasan air), aku melihat kubur Adam dan Hawa. Tengkorak dan satu tulang rusuk hilang dari salah satu kerangka itu, dan tengkorak yang ada dipasangkan pada kerangka yang bukan bagian tubuhnya. Tulang-belulang Adam dan Hawa tidak seluruhnya berada dalam kubur itu, sebab Nuh membawa sebagian tulang-belulang bersamanya dalam bahtera; tulang-belulang itu lalu diwariskan dari generasi yang satu ke generasi sesudahnya oleh para bapa bangsa. Nuh, dan juga Abraham, mempunyai kebiasaan, saat mempersembahkan kurban, mereka senantiasa meletakkan sebagian tulang-belulang Adam di atas altar guna mengingatkan yang Mahakuasa atas janji-Nya. Ketika Yakub memberikan sebuah jubah indah berwarna-warni kepada Yusuf, ia juga memberinya sebagian tulang-belulang Adam untuk disimpannya sebagai reliqui. Yusuf senantiasa mengenakannya pada dadanya, dan di kemudian hari tulang-belulang itu ditempatkan bersama dengan tulang-belulangnya sendiri dalam wadah reliqui pertama yang dibawa keluar anak-anak Israel dari Mesir. Aku melihat banyak hal serupa itu, tetapi sebagian terlupakan olehku, sedangkan sebagian lain tak dapat aku menggambarkannya karena waktu.

Mengenai asal mula nama Kalvari, aku ceritakan segala yang aku ketahui. Aku melihat bukit yang menyandang nama ini pada masa Nabi Eliseus. Pada masa itu, keadaannya tidak sama seperti pada masa penyaliban Tuhan kita, melainkan merupakan sebuah bukit dengan banyak tembok dan gua-gua yang menyerupai makam-makam di atasnya. Aku melihat Nabi Eliseus turun ke dalam gua-gua ini, tak dapat aku mengatakan apakah hal ini sesungguhnya terjadi atau hanya dalam suatu penglihatan, dan aku melihatnya mengambil sebuah tengkorak dari sebuah batu makam di mana tulang-tulang disemayamkan. Seseorang yang berada di sampingnya - aku pikir seorang malaikat - mengatakan kepadanya, “Inilah tengkorak Adam.” Sang nabi berhasrat membawanya pergi, namun temannya melarang. Aku melihat di atas tengkorak terdapat beberapa helai rambut berwarna pirang.

Aku juga tahu bahwa karena nabi menceriterakan apa yang telah terjadi padanya, maka tempat ini dinamakan Kalvari. Dan akhirnya, aku melihat Salib Yesus dipancangkan secara vertikal di atas tengkorak Adam. Diberitahukan kepadaku bahwa tempat ini adalah tepat pusat bumi; pada saat yang sama diperlihatkan kepadaku angka-angka dan ukuran-ukuran yang sebenarnya dari tiap negara, baik masing-masing maupun secara keseluruhan, tetapi hal itu terlupakan olehku. Namun demikian, aku melihat pusat ini dari atas, seolah dari sudut pandang mata seekor burung. Dengan cara demikian, seorang dapat melihat jauh lebih jelas dari sekedar melihat dalam peta, segala macam negara, gunung, padang gurun, samudera, sungai dan kota, bahkan tempat-tempat yang terkecil sekalipun, baik jauh maupun dekat.

Salib dan Kilangan Anggur


Sementara aku merenungkan kata-kata atau pemikiran Yesus saat tergantung di Salib, “Aku diperas bagaikan anggur yang ditempatkan di sini di bawah tempat pemerasan untuk pertama kalinya; darahKu akan harus terus mengalir hingga air yang keluar, tetapi anggur tak akan lagi dibuat di sini, ” suatu penjelasan diberikan kepadaku melalui suatu penglihatan lain sehubungan dengan Kalvari.

Aku melihat negeri yang berbukit-bukit batu ini pada masa sebelum Air Bah; waktu itu keadaannya tidak seliar dan setandus sesudahnya, melainkan penuh hamparan kebun anggur dan ladang. Di sana, aku melihat Patriark Yafet, seorang tua yang berwibawa dengan kulit berwarna gelap; ia dikelilingi begitu banyak kawanan ternak; sejumlah besar anak-cucunya, juga dia sendiri, memiliki tempat tinggal yang digali di bawah tanah, yang berlangitkan tanah berumput di mana kawanan ternak dan bunga-bungaan tumbuh dan berkembang. Sejauh mata memandang adalah kebun-kebun anggur. Suatu cara baru pembuatan anggur sedang diujicobakan di Kalvari, di hadapan Yafet. Aku juga melihat cara kuno pembuatan anggur, tetapi aku hanya dapat menyampaikan gambaran berikut. Pertama-tama, orang sudah puas dengan hanya makan buah-buah anggur; di kemudian hari, mereka memeras buah-buah anggur dengan alat penumbuk di batu-batu yang berlubang, dan akhirnya di kilangan-kilangan kayu yang besar. Dalam kesempatan itu, suatu kilangan anggur yang baru, yang bentuknya menyerupai Salib kudus, diperkenalkan; kilangan itu terdiri dari batang pohon yang berlubang-lubang, yang diletakkan tegak lurus, dengan sebuah kantong berisi buah-buah anggur digantungkan di atasnya. Di atas kantong anggur dipasang suatu alat penumbuk dengan beban pemberat di atasnya; di kedua sisi batang pohon terdapat dua gagang yang dipasangkan pada kantong melalui lubang-lubang yang dibuat untuk itu, dan yang ketika digerakkan dengan menekan gagang-gagangnya ke bawah, menghancurkan buah-buah anggur. Air anggur memancar dari batang pohon melalui lima saluran, dan tercurah ke dalam suatu tong batu; dari sana, sari anggur mengalir melalui suatu saluran yang dibuat dari kulit kayu dan dilapisi damar, masuk ke dalam semacam tangki bawah tanah yang digali dalam bukit batu di mana Yesus dikurung sebelum Penyaliban-Nya. Di kaki kilangan anggur, dalam tong batu, terdapat semacam saringan untuk menyaring kulit buah anggur, yang disisihkan ke satu sisi. Setelah selesai memasang kilangan anggur, mereka mengisi kantong dengan buah-buah anggur, memakukan kantong anggur ke puncak batang kayu, memasang alat penumbuk dan menggerakkan gagang-gagang di samping guna mengalirkan sari anggur. Semuanya ini secara kuat mengingatkanku akan Penyaliban, oleh sebab kemiripan antara kilangan anggur dengan Salib. Ada pada mereka sebatang buluh panjang yang di ujungnya terdapat duri-duri, sehingga tampak bagaikan suatu duri raksasa; mereka menusukkan buluh ini sepanjang saluran ataupun batang pohon apabila aliran terhambat. Aku teringat akan tombak dan bunga-bunga karang. Ada juga botol-botol kulit serta bejana-bejana yang terbuat dari kulit kayu dan dilapisi damar. Aku melihat beberapa pemuda, tanpa busana selain dari sehelai kain yang dililitkan sekeliling pinggang mereka seperti Yesus, bekerja pada tempat pengilangan anggur ini. Yafet sudah sangat tua; ia berjenggot panjang dan mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit binatang. Ia memandang pada kilangan anggur yang baru dengan rasa puas. Hari itu adalah hari perayaan; di altar batu, mereka mengurbankan binatang-binatang yang berkeliaran di kebun anggur: beberapa keledai muda, kambing dan domba. Bukan di tempat ini Abraham datang untuk mengurbankan Ishak; mungkin di Bukit Moriah. Terlupa olehku banyak penjelasan sehubungan dengan anggur, cuka, dan kulit, pula berbagai cara di mana segala sesuatu dibagi-bagikan ke sebelah kiri dan ke sebelah kanan; dan aku menyesalinya, sebab beragam hal yang tampaknya remeh ini memiliki arti simbolis yang mendalam. Jika memang kehendak Allah agar aku menyampaikannya, maka pastilah Ia akan memperlihatkannya kembali kepadaku.

Penglihatan dalam Peristiwa Wafat-Nya Yesus


Dari antara orang-orang mati yang bangkit dari kubur, dan yang jumlahnya pasti lebih dari seratus, di Yerusalem, tak ada satu pun kerabat Yesus. Aku melihat di berbagai penjuru Tanah Suci orang-orang mati menampakkan diri dan memberikan kesaksian akan ke-Allah-an Yesus. Aku melihat Zadok, seorang yang teramat saleh, yang memberikan segala harta miliknya kepada orang-orang miskin dan kepada Bait Allah, menampakkan diri kepada banyak orang di sekitar Hebron. Zadok hidup satu abad sebelum Yesus; ia pendiri suatu komunitas Esseni; dengan berkobar-kobar ia merindukan kedatangan Mesias dan ia mendapatkan beberapa wahyu mengenainya. Aku melihat orang-orang mati lainnya menampakkan diri kepada para murid Yesus yang bersembunyi serta menyampaikan peringatan-peringatan yang berbeda kepada mereka.

Kengerian dan kegelisahan mencekam bahkan di belahan-belahan Palestina yang terjauh, dan bukan hanya di Yerusalem saja fenomena-fenomena mengerikan ini terjadi. Di Thirza, menara-menara penjara, di mana para tahanan yang dibebaskan oleh Yesus tadinya dikurung, tumbang berantakan. Di Galilea, di mana Yesus begitu sering melakukan perjalanan, aku melihat banyak bangunan, teristimewa rumah-rumah kaum Farisi yang paling keji menganiaya Juruselamat kita, yang saat itu seluruhnya sedang merayakan Paskah, digoncang hebat hingga rata dengan tanah, menimpa isteri dan anak-anak mereka. Banyak musibah terjadi di sekitar Danau Genesaret. Banyak gedung roboh di Kapernaum; dan tembok batu yang berada di depan taman indah milik kepala pasukan Zerubabel retak terbelah. Danau meluap membanjiri lembah, dan airnya mengalir deras hingga ke Kapernaum yang jaraknya satu setengah mil. Rumah Petrus dan tempat tinggal Bunda Maria di depan kota tetap tegak berdiri. Danau bergolak hebat, di beberapa tempat, tepiannya pecah berderai tersapu ombak, bentuknya berubah total, dan menjadi lebih serupa dengan yang ada sekarang. Perubahan-perubahan hebat terjadi, teristimewa di pelosok tenggara, dekat Tarichea, sebab di daerah ini terdapat suatu jalanan tinggi yang panjang, yang terbuat dari batu, melintasi danau dan semacam rawa-rawa, yang langsung menuju ke jalanan Yordan begitu melewati danau. Seluruh jalanan batu ini ambruk total karena gempa. Banyak petaka terjadi di sebelah timur danau, di tempat di mana kawanan babi milik penduduk Gadara menceburkan diri, dan juga di Gerasa, dan di seluruh wilayah Khorazim. Bukit, di mana berlangsung peristiwa penggandaan roti yang kedua, tergoncang hebat dan batu di atas mana mukjizat terjadi terbelah menjadi dua. Di Dekapolis, seluruh kota-kotanya hancur rata dengan tanah; dan di Asia, di beberapa tempat, goncangan gempa terasa hebat, teristimewa di bagian timur dan timurlaut Paneas. Di Galilea Atas, banyak kaum Farisi yang mendapati rumah-rumah mereka tinggal puing-puing belaka saat mereka kembali dari perayaan. Sebagian dari mereka, saat masih di Yerusalem, menerima kabar akan apa yang telah terjadi, dan oleh sebab itulah para musuh Yesus tidak terlalu berupaya menentang komunitas Kristiani pada hari Pentakosta.  

Sebagian kuil Garizim hancur berantakan. Sebuah patung berhala berdiri di sana di atas sebuah mata air, dalam sebuah kuil kecil; atap kuil jatuh tercebur ke dalam air bersama dengan berhalanya. Separuh bangunan sinagoga di Nazaret, di mana Yesus dihalau pergi, roboh berkeping-keping, demikian pula tebing bukit di mana para musuh-Nya berusaha mendorong-Nya agar jatuh. Dasar Sungai Yordan banyak berubah akibat goncangan-goncangan hebat ini dan alirannya berubah di banyak tempat. Di Makerus, dan di kota-kota lain milik Herodes, segalanya tetap tenang, sebab negeri itu di luar lingkup pertobatan dan ancaman, seperti mereka yang tidak jatuh ke tanah di Taman Zaitun, dan karenanya, tidak bangkit kembali.

Di banyak belahan lain di mana terdapat roh-roh jahat, aku melihat roh-roh jahat ini menghilang dalam kelompok-kelompok besar di tengah bukit-bukit dan bangunan-bangunan yang ambruk. Gempa bumi mengingatkanku akan orang kerasukan setan yang tergoncang-goncang, ketika musuh merasa bahwa ia harus keluar. Di Gadara, bagian bukit di mana para iblis menceburkan diri bersama kawanan babi ke dalam danau, tumbang dan tercebur ke dalam danau yang sama; kemudian aku melihat segerombolan roh jahat terjun ke dalam jurang, bagaikan suatu awan yang gelap.

Di Nice, kecuali jika aku salah ingat, aku melihat suatu peristiwa yang tentangnya aku hanya memiliki ingatan yang samar. Di sana terdapat suatu pelabuhan dengan banyak kapal; dekat pelabuhan berdiri sebuah rumah dengan menara yang tinggi, di mana aku melihat seorang kafir bertugas mengawasi kapal-kapal itu. Ia harus seringkali naik ke menara dan mengamati apa yang terjadi di laut. Mendengar suara ribut-ribut di antara kapal-kapal di pelabuhan, ia bergegas naik ke menara guna melihat apa yang terjadi, dan ia melihat beberapa sosok hitam melayang-layang di pelabuhan; mereka berseru kepadanya dengan nada sedih: “Jika engkau berharap menyelamatkan kapal-kapal itu, suruhlah mereka berlayar keluar dari pelabuhan ini, sebab kami harus kembali ke jurang: Sang Agung telah wafat.” Mereka mengatakan kepadanya beberapa hal lain; memberikan perintah untuk memberitakan apa yang mereka katakan kepadanya sekembalinya ia dari suatu perjalanan yang akan segera ia lakukan, dan untuk menyambut baik para utusan yang akan datang untuk mewartakan ajaran dari Dia yang baru saja wafat. Dengan cara ini, roh-roh jahat dipaksa  oleh kuasa Allah untuk menyatakan kepada orang baik ini kekalahan mereka, dan memaklumkannya kepada dunia. Ia berhasil memandu kapal-kapal untuk berlabuh dengan selamat, lalu suatu angin sakal yang hebat mengamuk: para iblis menceburkan diri ke dalam samudera yang bergelora; sebagian dari kota hancur, tetapi rumahnya tetap berdiri tegak. Tak lama berselang, ia pergi dalam suatu perjalanan jauh dan mewartakan wafatnya Sang Agung, jika memang itu nama yang dipergunakan untuk menyebut Juruselamat kita. Di kemudian hari ia datang ke Roma, di mana banyak hal-hal menakjubkan terjadi akibat apa yang ia wartakan. Namanya kedengaran seperti Thamus atau Thramus.
Sekilas Mengenai Para Murid Yesus
pada Hari Sabtu Suci


Para murid Yesus yang setia berkumpul bersama di Senakel melewatkan malam Sabat. Mereka berjumlah sekitar duapuluh orang, mengenakan jubah putih panjang dengan pinggang berikat. Ruang perjamuan diterangi cahaya sebuah lampu; setelah bersantap, mereka berpisah; sebagian besar pulang ke rumah. Keesokan paginya, mereka berkumpul kembali dan duduk bersama membaca serta mendaraskan doa-doa secara bergantian; jika seorang sahabat masuk ke dalam ruangan, mereka bangkit berdiri untuk menyalaminya sepenuh hati.

Di bagian rumah yang didiami Santa Perawan, terdapat suatu ruangan yang luas, yang dibagi-bagi menjadi bilik-bilik kecil serupa sel, yang dipergunakan para perempuan kudus untuk tidur di malam hari. Ketika mereka kembali dari makam, seorang dari mereka menyalakan lampu yang tergantung di tengah ruangan, dan mereka semua berkumpul sekeliling Santa Perawan, mulai memanjatkan doa dengan hati duka namun penuh kenangan. Tak lama berselang, Marta, Maroni, Dina dan Mara, yang baru saja datang bersama Lazarus dari Betania - di mana mereka telah merayakan Sabat - memasuki ruangan. Santa Perawan dan para sahabatnya menceritakan kepada mereka secara terperinci wafat dan pemakaman Tuhan kita, menyertai setiap kisah dengan cucuran airmata. Malam semakin larut, Yusuf dari Arimatea masuk dengan beberapa orang murid lainnya guna menanyakan apakah ada di antara para perempuan yang bermaksud pulang ke rumah, mereka siap mengantarkan pulang. Sebagian kecil perempuan menerima tawaran dan mereka pun segera berangkat; tetapi, sebelum mereka mencapai pengadilan Kayafas, segerombolan orang bersenjata menghadang Yusuf dari Arimatea, menawan serta mengurungnya di sebuah menara kecil tua yang tak dipakai lagi.

Para perempuan kudus yang tidak meninggalkan Senakel undur diri untuk beristirahat di bilik; mereka mengenakan kerudung panjang sekeliling kepala mereka, duduk bersimpuh di atas lantai dalam duka, sambil menyandarkan diri pada bantalan panjang yang ditempelkan pada dinding. Selang beberapa waktu, mereka bangkit berdiri, menghamparkan seprei yang digulung pada bantalan, melepaskan sandal, ikat pinggang dan sebagian perlengkapan busana mereka, membaringkan diri berusaha memejamkan mata barang sejenak. Tengah malam, mereka bangun, mengenakan pakaian, membereskan tempat tidur, dan berkumpul kembali sekeliling lampu untuk melanjutkan doa bersama Santa Perawan.

Ketika Bunda Yesus dan para sahabatnya yang saleh telah selesai dengan doa malam mereka (kewajiban mulia yang telah dipraktekkan oleh segenap anak-anak Allah yang saleh dan jiwa-jiwa kudus, baik mereka yang karena suatu rahmat khusus merasakan dalam dirinya panggilan untuk melaksanakannya, maupun mereka yang mentaati peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan dan Gereja-Nya), terdengar suatu ketukan di pintu, yang segera dibuka; Yohanes bersama beberapa murid yang berjanji untuk mengantarkan mereka ke Bait Allah, masuk ke dalam; para perempuan membungkus diri dengan mantol mereka dan segera berangkat. Saat itu sekitar pukul tiga dini hari, mereka langsung menuju Bait Allah. Merupakan kebiasaan di kalangan banyak orang Yahudi untuk pergi ke sana sebelum fajar menyingsing pada hari sesudah mereka makan anak domba Paskah; karena itu Bait Suci dibuka sejak tengah malam sebab kurban mulai dipersembahkan pagi-pagi benar. Mereka mulai kira-kira bersamaan waktunya dengan para imam memasangkan meterai pada makam. Namun demikian, ketika rombongan tiba, keadaan dan suasana di Bait Allah amat jauh berbeda dari yang biasanya terjadi pada hari-hari demikian, sebab kurban-kurban terhenti, dan Bait Allah kelihatan kosong dan ditinggalkan, semua orang telah pergi oleh sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari sebelumnya yang menyebabkannya cemar. Bagiku, tampaknya Santa Perawan mengunjunginya semata-mata demi ziarah perpisahan dengan tempat di mana ia melewatkan masa mudanya.

Bait Allah terbuka; lampu-lampu menyala dan orang-orang awam bebas memasuki panti imam, yang biasanya merupakan tempat kehormatan pada hari ini, juga pada hari-hari sesudah perjamuan Paskah. Bait Allah, seperti telah aku katakan sebelumnya, nyaris kosong, hanya sesekali seorang imam atau pelayan terlihat berjalan melintas; di setiap bagian tampak tanda-tanda kekacauan di mana segala sesuatu tergoncang pada hari sebelumnya oleh peristiwa-peristiwa luar biasa yang mengerikan yang terjadi; di samping itu Bait Allah telah tercemar dengan kehadiran orang-orang mati, aku merenungkan serta bertanya-tanya dalam benakku akankah mungkin ia dapat dikuduskan kembali.

Putera-putera Simeon, dan kemenakan-kemenakan Yusuf dari Arimatea, amat bersusah hati ketika mendengar bahwa paman mereka ditawan, namun demikian mereka menyambut ramah Santa Perawan dan para sahabatnya, menghantar mereka berkeliling Bait Allah, yang mereka lakukan tanpa kesulitan, sebab mereka memegang jabatan sebagai pengawas Bait Allah. Para perempuan kudus berdiri membisu sementara mereka merenungkan segala tanda murka Allah yang ngeri dan kelihatan mata dengan perasaan takjub yang dalam, lalu mereka mendengarkan dengan penuh minat penjelasan-penjelasan terperinci yang mengagumkan yang disampaikan oleh para pemandu mereka. Dampak-dampak gempa bumi masih tampak nyata, sebab baru sedikit saja yang dilakukan untuk memperbaiki banyak bengkah dan retak, baik di lantai mapupun di tembok. Di bagian Bait Suci di mana ruang depan terhubung dengan tempat kudus, tembok tergoncang gempa begitu hebat hingga mengakibatkan suatu celah yang cukup lebar bagi seorang dewasa untuk melewatinya, keseluruhan tembok tampak goyah, seolah dapat saja ambruk setiap saat. Tirai yang tergantung di tempat Yang Mahakudus dari Yang Kudus terbelah menjadi dua dan tergantung dalam keadaan terkoyak-koyak di sisi-sisinya; tak suatu pun yang dapat dilihat sekelilingnya selain dari tembok yang tinggal puing-puing, batu-batu ubin yang remuk, pilar-pilar yang tumbang entah sebagian atau nyaris seluruhnya.  

Bunda Maria mengunjungi semua tempat yang dalam pandangannya telah dikuduskan oleh Yesus; ia merebahkan diri (= prostratio), menciumnya, dan dengan airmata berderai menjelaskan kepada para sahabat alasan-alasannya menghormati suatu tempat tertentu, di mana sesudahnya mereka segera mengikuti teladannya. Penghormatan khidmad senantiasa dinyatakan oleh orang-orang Yahudi terhadap segala tempat yang telah dikuduskan oleh manifestasi kuasa ilahi, merupakan kebiasaan mereka meletakkan tangan penuh hormat di atas tempat-tempat itu, menciumnya, dan merebahkan diri hingga wajahnya mencium tanah. Aku pikir tak ada sedikit pun yang mengherankan dalam tradisi demikian, sebab mereka tahu, melihat serta merasakan bahwa Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub, adalah Allah yang hidup, dan bahwa tempat tinggal-Nya di antara umat-Nya adalah dalam Bait Allah di Yerusalem; dan karenanya akan sungguh teramat mengherankan jika mereka tidak menghormati tempat-tempat kudus itu di mana kuasa-Nya telah dinyatakan secara istimewa, sebab Bait Suci dan tempat-tempat kudus bagi mereka adalah bagaikan Sakramen Mahakudus bagi umat Kristiani.

Dirasuki rasa hormat dan khidmad mendalam, Santa Perawan berjalan melintasi Bait Allah bersama para sahabat, menunjukkan kepada mereka tempat di mana ia dipersembahkan kepada Allah kala masih kanak-kanak, tempat-tempat di mana ia melewatkan masa kanak-kanaknya, tempat di mana ia dipertunangkan dengan St Yosef, dan tempat di mana ia berdiri saat ia mempersembahkan Kanak-kanak Yesus dan mendengar nubuat Simeon; kenangan akan kata-kata nubuatnya membuat Santa Perawan menangis pilu, sebab nubuat telah sungguh digenapi, dan pedang dukacita telah sungguh menembusi hatinya. Lagi, ia menghentikan langkah para sahabat ketika tiba di bagian Bait Suci di mana ia menemukan Yesus sedang mengajar ketika ia kehilangan Putranya itu saat Ia berusia duabelas tahun, dengan hormat diciumnya tanah di mana kala itu Yesus berdiri. Setelah para perempuan kudus mengunjungi setiap tempat yang dikuduskan oleh kehadiran Yesus, setelah mereka meneteskan airmata duka dan berdoa di sana, mereka kembali ke Sion.

Santa Perawan meninggalkan Bait Allah dengan bersimbah airmata, sementara ia merenungkan keadaan bagaimana Bait Allah telah ditinggalkan; dan keadaan ditinggalkan ini masih lebih mengenaskan lagi mengingat kontrasnya suasana dengan yang biasanya terjadi di Bait Allah pada hari-hari perayaan. Bukannya nyanyian dan madah perayaan, melainkan kesunyian yang menyayat hati meliputi seluruh bangunan besar dan megah ini; sebagai ganti kelompok-kelompok jemaat yang saleh dan penuh sukacita, mata memandang kesunyian yang sepi dan mati. Sungguh malang, perubahan ini merupakan tanda kejahatan mengerikan yang dilakukan uamt Allah; Santa Perawan terkenang bagaimana Yesus menangisi Bait Allah sembari berkata, “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Bunda Maria merenungkan kebinasaan Tubuh Yesus yang adalah Bait Allah, yang diakibatkan oleh angkara murka keji para musuh-Nya, dan ia menghela napas panjang dalam kerinduan yang sangat akan segera datangnya fajar hari ketiga, saat kata-kata kebenaran kekal akan digenapi.

Fajar menyingsing ketika Bunda Maria dan para sahabat tiba kembali di Senakel. Mereka undur diri ke dalam bangunan di sebelah kanan Senakel, sementara Yohanes dan sebagian murid masuk ke dalam Senakel, di mana sekitar duapuluh orang laki-laki sedang berkumpul bersama sekeliling lampu, melewatkan waktu dalam doa. Dari waktu ke waktu, pendatang-pendatang baru menghampiri pintu, masuk dengan malu-malu, menggabungkan diri dalam kelompok sekeliling lampu, menyampaikan beberapa patah kata duka dengan disertai deraian airmata. Setiap orang tampak menaruh hormat kepada Yohanes, sebab ia tinggal setia bersama Yesus hingga wafat-Nya; tetapi perasaan hormat ini bercampur dengan perasaan malu dan gelisah, sementara mereka merenungkan tindakan mereka sendiri yang pengecut dalam meninggalkan Tuhan dan Guru mereka di saat Ia menderita sengsara. Yohanes berbicara kepada setiap orang dengan penuh belas-kasih dan kelemah-lembutan; tingkah-lakunya amat bersahaja dan lugu bagaikan seorang anak, tampaknya ia takut menerima segala puji-pujian. Aku melihat kelompok yang berkumpul ini bersantap satu kali sepanjang hari itu, tetapi sebagian besar mereka tetap diam membisu, tak suatu suara pun terdengar di seluruh rumah; pintu-pintu tertutup rapat, walau sesungguhnya, rasanya tak mungkin seorang pun akan mengganggu mereka, sebab rumah ini milik Nikodemus, dan ia telah menyerahkannya kepada mereka untuk kepentingan perayaan.

Para perempuan kudus tinggal di kamar mereka hingga malam tiba; ruangan diterangi cahaya sebuah lampu; pintu-pintu terkunci rapat dan tirai-tirai diturunkan menutup jendela. Terkadang mereka berkumpul sekeliling Bunda Maria dan memanjatkan doa di bawah lampu; di lain waktu mereka beristirahat di sisi ruangan, membungkus kepala mereka dengan kerudung hitam, terkadang duduk di atas abu sebagai tanda duka, atau berdoa dengan wajah menatap tembok; mereka yang kesehatannya rapuh makan sedikit, tetapi semua yang lain berpuasa.

Aku mengamati mereka lagi dan lagi, dan aku melihat mereka senantiasa menyibukkan diri dengan cara yang sama, yaitu dengan berdoa atau merenungkan sengsara Guru mereka terkasih. Saat pikiranku melayang dari kontemplasi mengenai Santa Perawan ke Putra Ilahinya, aku melihat makam kudus dengan enam atau tujuh pengawal di pintu masuknya - Cassius berdiri di pintu gua, tampaknya larut dalam meditasi, pintu luar tertutup, dan batu digulingkan dekatnya. Kendati pintu tebal menghalangi aku dari tubuh Juruselamat kita, namun aku dapat melihat dengan jelas; tubuh-Nya transparan dengan cahaya ilahi, dan dua malaikat bersembah sujud di samping-Nya. Pikiranku kemudian beralih ke kontemplasi akan jiwa terkudus Penebus-ku, dan suatu gambaran yang luas serta rumit akan Yesus turun ke tempat penantian diperlihatkan kepadaku; aku hanya dapat mengingat sebagian kecil saja darinya, yang akan aku gambarkan sebaik-baiknya dengan segala daya-upayaku.

Catatan Obyektif Mengenai
Yesus Turun ke Tempat Penantian


Ketika Yesus, setelah menyerukan suatu teriakan nyaring, wafat, aku melihat jiwa surgawi-Nya dalam rupa sebuah meteor yang cemerlang menembusi bumi di bawah kaki Salib, dengan disertai Malaikat Gabriel dan banyak malaikat lainnya. Kodrat IahiNya terus bersatu dengan jiwa dan tubuh-Nya yang masih tergantung di kayu Salib, tetapi tak dapat aku menjelaskan bagaimana hal ini terjadi, walau aku melihatnya dengan jelas dalam benakku. Tempat yang dimasuki jiwa Yesus terbagi atas tiga bagian, yang tampak bagiku bagaikan tiga dunia; aku merasa bahwa bagian-bagian itu bulat dan bahwa masing-masing bagian dipisahkan dari yang lainnya dengan suatu belahan.

Aku melihat suatu tempat yang indah cemerlang di hadapan Limbo (= Tempat Penantian); tempat itu dikelilingi bunga-bungaan, semilir angin sepoi-sepoi berhembus; banyak jiwa-jiwa ditempatkan di sana sebelum diperkenankan masuk ke Surga setelah mereka bebas dari Purgatorium (= Api Penyucian). Limbo, tempat di mana jiwa-jiwa menanti Penebusan, terbagi dalam bilik-bilik yang berbeda, dan diliputi suatu lapisan kabut tebal. Tuhan kita tampak kemilau dalam cahaya dengan dikelilingi para malaikat, yang menghantar-Nya dengan jaya lewat di antara dua dari bilik-bilik itu; bilik sebelah kiri dihuni para patriark (= bapa bangsa) yang hidup sebelum masa Abraham, dan bilik sebelah kanan dihuni mereka yang hidup antara masa Abraham dan St Yohanes Pembaptis. Jiwa-jiwa ini pada mulanya tidak mengenali Yesus, namun demikian mereka dipenuhi perasaan sukacita dan pengharapan. Tak sejengkal pun tempat dalam tahanan-tahanan sempit itu yang tidak diliputi perasaan bahagia. Lewatnya Yesus dapat diperbandingkan dengan hembusan napas, kilasan cahaya, atau jatuhnya tetesan embun, begitu cepat bagaikan angin puyuh. Setelah melewati kedua bilik itu, Yesus tiba di suatu tempat gelap di mana Adam dan Hawa berdiri; Ia berbicara kepada mereka, mereka merebahkan diri (= prostratio) dan sujud menyembah-Nya dalam ekstasi sukacita yang sempurna. Segera mereka menggabungkan diri dalam kelompok para malaikat dan menyertai Tuhan kita menuju bilik kiri, yang dihuni para patriark yang hidup sebelum Abraham. Bilik ini semacam Purgatorium, beberapa roh jahat berkeliaran di antara jiwa-jiwa, berusaha memenuhi jiwa dengan kecemasan dan kegelisahan. Pintu masuknya, yang melalui semacam pintu, tertutup tetapi para malaikat mengetuk dan aku pikir aku mendengar mereka berkata, “Bukalah pintu-pintu ini.” Ketika Yesus masuk dengan jaya, para iblis berhamburan seraya berseru, “Apa urusan-Mu dengan kami? Mau apakah Engkau datang kemari? Apakah Engkau hendak menyalibkan kami juga?” Para malaikat menghalau mereka pergi, setelah terlebih dahulu membelenggu mereka. Jiwa-jiwa malang yang terkurung di tempat ini hanya memiliki firasat samar dan gagasan kabur akan kehadiran Yesus; tetapi saat Ia memaklumkan kepada mereka bahwa Ia Sendirilah itu, mereka meledak dalam sorak-sorai sukacita dan menyambut-Nya dengan madah girang dan gembira.

Jiwa Tuhan kita lalu pergi ke sebelah kanan, menuju bagian yang merupakan Limbo yang sesungguhnya; di sana Ia bertemu dengan jiwa penyamun yang baik, yang sedang dibawa para malaikat ke pangkuan Abraham, juga bertemu dengan jiwa penyamun yang jahat, yang sedang diseret oleh para iblis ke Neraka. Tuhan kita mengatakan beberapa patah kata kepada mereka berdua, lalu masuk ke dalam pangkuan Abraham, dengan disertai sejumlah besar malaikat dan jiwa-jiwa kudus, juga iblis-iblis itu yang telah dibelenggu dan dihalau dari bilik.

Tempat ini tampak padaku lebih tinggi dari sekelilingnya; aku hanya dapat menggambarkan perasaanku saat memasukinya dengan memperbandingkannya dengan seorang yang tiba-tiba masuk ke dalam gereja, setelah beberapa waktu lamanya berada di tempat pemakaman. Para iblis, yang dibelenggu kuat-kuat, amat enggan memasukinya dan berusaha menolak sekuat tenaga, tetapi para malaikat memaksa mereka untuk maju. Semua orang benar yang hidup sebelum masa Kristus berkumpul di sana: para patriark, Nabi Musa, hakim-hakim, dan raja-raja di sebelah kiri; dan di sebelah kanan: para nabi, para leluhur Tuhan kita, juga kerabat-kerabat dekat-Nya, seperti Yoakim, Anna, Yosef, Zakharia, Elisabet dan Yohanes. Tak ada iblis di tempat ini, satu-satunya kesedihan yang dirasakan oleh mereka yang berada di sini adalah kerinduan mendalam akan segera digenapinya janji Allah; dan ketika Tuhan kita masuk, mereka menyambut-Nya dengan madah sukacita penuh syukur serta puji-pujian atas kegenapannya, mereka merebahkan diri dan sujud menyembah-Nya, roh-roh jahat yang diseret ke dalam pangkuan Abraham saat Tuhan kita masuk, dipaksa mengaku dengan sangat malu bahwa mereka telah ditaklukkan. Banyak dari jiwa-jiwa kudus ini diperintahkan oleh Tuhan kita untuk kembali ke bumi, memasuki jasad-jasad mereka, serta menyampaikan kesaksian yang khidmad dan mengesan akan kebenaran. Saat itulah begitu banyak orang mati bangkit meninggalkan kubur-kubur mereka di Yerusalem; aku kurang menganggap mereka sebagai orang-orang mati yang dibangkitkan kembali, melainkan lebih sebagai mayat-mayat yang digerakkan oleh kuasa ilahi, dan yang, setelah menunaikan misi yang dipercayakan kepada mereka, dikesampingkan, bagaikan lencana jabatan yang dilepaskan seorang pegawai apabila ia telah selesai menjalankan tugas-tugas dari atasannya.

Selanjutnya, aku melihat Tuhan kita, dengan arak-arakan-Nya yang jaya, masuk ke dalam semacam Purgatorium yang dipenuhi dengan orang-orang kafir yang baik, yang hanya memiliki seberkas cahaya samar akan kebenaran, yang merindukan kegenapannya. Purgatorium ini sangat dalam, terdapat beberapa iblis di sana, juga beberapa berhala kafir. Aku melihat iblis-iblis dipaksa mengakui penyesatan yang telah mereka lakukan sehubungan dengan berhala-berhala ini, dan jiwa-jiwa kafir yang malang sujud menyembah di kaki Yesus dan memuliakan-Nya dengan sukacita yang tak terlukiskan; di sini, juga, iblis-iblis dibelenggu dengan rantai-rantai dan diseret pergi. Aku melihat Juruselamat kita melakukan banyak tindakan dan perbuatan lain; tetapi pada saat yang sama aku menderita begitu hebat, sehingga tak dapat aku mengisahkannya seperti yang aku harapkan.

Akhirnya, aku melihat Yesus menghampiri pusat sebuah jurang yang luas, begitulah, ke Neraka itu sendiri, dan ekspresi wajah-Nya sungguh teramat garang.

Bagian luar Neraka sangat mengerikan serta menakutkan; merupakan suatu bangunan yang sangat besar dan kokoh; batu-batu granit yang membentuknya, walau berwarna hitam, namun memancarkan cahaya metalik, pintu-pintunya yang gelap dan berat dikunci dengan gerendel-gerendel yang begitu ngeri hingga tak seorang pun sanggup memandangnya tanpa merasa gemetar. Erangan-erangan dalam dan seruan-seruan keputusasaan terdengar jelas walau pintu-pintu tertutup rapat; tetapi, oh, siapakah gerangan yang dapat menggambarkan jerit dan pekik miris yang memekakkan telinga saat gerendel-gerendel dilepaskan dan pintu-pintu dibuka; dan oh, siapakah gerangan yang dapat melukiskan penampilan menyedihkan dari para penghuni tempat terkutuk ini!

Bentuk yang biasa digambarkan untuk Yerusalem Surgawi dalam penglihatan-penglihatanku adalah sebagai suatu kota yang indah serta aman sentosa, dan tingkat-tingkat kemuliaan yang berbeda dengan mana mereka yang terpilih diangkat, ditunjukkan oleh keindahan istana-istana mereka, atau buah-buahan dan bunga-bungaan mengagumkan yang menghiasi kebun dan taman. Neraka diperlihatkan kepadaku dalam bentuk yang sama, tetapi semua yang ada di dalamnya adalah kebalikannya, pengap, kacau, serta penuh sesak; segala sesuatu cenderung memenuhi benak dengan perasaan sakit dan menderita; tanda-tanda amarah dan murka Allah terlihat di mana-mana; keputusasaan, bagaikan burung nazar, menggerogoti setiap hati; pertikaian dan kesengsaraan merajalela. Dalam Yerusalem Surgawi, segalanya damai sejahtera dan harmoni abadi; awal, kegenapan dan akhir dari segala sesuatu adalah kebahagiaan yang sejati dan sempurna; kota penuh dengan bangunan-bangunan indah yang dihias begitu rupa hingga mempesona setiap mata dan memikat setiap hati; para penghuni tempat tinggal yang penuh sukacita ini diliputi kebahagiaan dan kegembiraan yang meluap-luap, taman dan kebun tampak meriah dengan bunga-bunga cantik dan pepohonan sarat dengan buah-buah sedap yang memberi kehidupan kekal. Dalam kota Neraka, tak suatu pun yang dapat dilihat selain dari penjara bawah tanah yang suram, gua-gua yang gelap, padang-padang gurun yang mengerikan; bau busuk merebak, penuh dengan berbagai jenis binatang melata berbisa yang menjijikkan yang dapat di bayangkan. Di Surga, kalian menyaksikan kebahagiaan dan persekutuan harmonis para kudus; di Neraka, pertikaian celaka yang terus-menerus, segala bentuk dosa dan kejahatan, baik dalam bentuk-bentuk yang paling mengerikan yang dapat dibayangkan, maupun diperlihatkan dalam berbagai macam siksa yang ngeri. Segala sesuatu dalam tempat tinggal terkutuk ini cenderung memenuhi benak dengan kengerian; tak sepatah kata penghiburan maupun gagasan yang menenangkan hati ada di sana; satu-satunya pemikiran yang berkecamuk, bahwa keadilan Allah yang Mahakuasa yang menimpa mereka yang terkutuk tak lain adalah apa yang memang sepantasnya bagi mereka, merupakan penghukuman hebat yang menyengsarakan hati mereka. Kejahatan menyatakan dirinya yang asli, dalam warna-warna suram memuakkan, disingkapkan dari topeng yang menyembunyikannya semasa di dunia, dan ular neraka tampak melahap dengan rakus mereka yang mencintai ataupun mengembangkannya semasa di dunia ini. Singkat kata, Neraka adalah bait kesengsaraan dan keputusasaan, sementara Kerajaan Allah adalah bait damai sejahtera dan kebahagiaan. Hal-hal ini lebih mudah dipahami apabila dilihat; tetapi hampir-hampir tak mungkin digambarkan dengan jelas.

Lontaran dahsyat sumpah-serapah, kutuk, umpat, jerit keputusasaan, dan seruan-seruan mengerikan yang, bagaikan sambaran petir, meledak ketika pintu-pintu gerbang Neraka dibuka oleh para malaikat, bahkan sungguh sulit dibayangkan. Tuhan kita pertama-tama berbicara kepada jiwa Yudas, dan para malaikat kemudian memaksa segenap setan untuk mengakui serta menyembah Yesus. Setan-setan itu pastilah lebih suka menanggung siksa yang paling ngeri daripada dihina begitu rupa; tetapi mereka semua harus taat. Banyak dari antara iblis itu yang dirantai pada sebuah lingkaran yang ditempatkan sekeliling lingkaran-lingkaran lain. Di pusat Neraka aku melihat suatu jurang yang gelap serta mengerikan, ke dalam jurang inilah Lucifer dicampakkan, setelah dibelenggu kuat-kuat dengan rantai-rantai; awan tebal dari asap belerang yang hitam membubung dari kedalamannya yang ngeri, dan menyelubungi si ular tua dalam gumpalan-gumpalannya yang suram, dengan demikian berhasil menyembunyikannya dari setiap mereka yang melihatnya. Tuhan Sendiri telah memaklumkan; juga diberitahukan kepadaku, jika aku mengingatnya dengan tepat bahwa ia akan dilepaskan untuk masa limapuluh atau enampuluh tahun sebelum tahun Kristus 2000. Tanggal-tanggal dari banyak peristiwa lain dinyatakan kepadaku, yang tak dapat aku ingat lagi sekarang, tetapi sejumlah setan akan dilepaskan jauh lebih awal dari Lucifer, untuk mencobai manusia, dan untuk dipakai sebagai alat murka ilahi. Aku pikir bahwa sebagian dari mereka pastilah telah dibebaskan bahkan pada masa sekarang ini, sementara yang lainnya akan segera dibebaskan dalam waktu dekat.

Sama sekali tidaklah mungkin bagiku untuk menggambarkan segala hal yang diperlihatkan kepadaku; sungguh teramat banyak hingga tak dapat aku cukup meringkasnya guna menggambarkan serta menerangkannya agar dapat dimengerti dengan jelas. Di samping itu sengsaraku demikian hebat, dan apabila aku berbicara mengenai penglihatan-penglihatanku, aku melihat penglihatan-penglihatan itu dalam mata jiwaku, digambarkan dengan begitu hidup, hingga penglihatan itu hampir-hampir cukup mengakibatkan suatu makhluk fana yang lemah sepertiku ini mati.

Selanjutnya aku melihat kelompok-kelompok jiwa yang telah ditebus, yang tak terhitung banyaknya, dibebaskan dari Purgatorium dan dari Limbo. Mereka mengikuti Tuhan kita ke suatu tempat penuh sukacita yang terletak di atas Yerusalem Surgawi, di mana aku, tak berapa lama berselang, melihat jiwa seseorang yang amat aku kasihi. Jiwa penyamun yang baik juga dibawa ke sana, dan janji Tuhan kita, “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” sungguh digenapi.

Adalah di luar kuasaku untuk menjelaskan waktu yang tepat dari setiap peristiwa yang terjadi ini, pun tak dapat aku menceritakan separuh dari segala yang aku lihat dan dengar; sebab sebagian dari antaranya bahkan aku sendiri pun tak mampu memahaminya, sementara orang-orang lain mungkin akan salah paham jika aku berusaha menceritakannya. Aku melihat Tuhan kita di berbagai tempat. Bahkan Ia menampakkan diri kepadaku di tengah samudera guna menguduskan dan mendatangkan keselamatan bagi segenap ciptaan. Roh-roh jahat lari terbirit-birit melihat kedatangan-Nya dan menceburkan diri ke dalam jurang yang gelap. Aku juga melihat jiwa Yesus di berbagai belahan bumi, pertama-tama dalam makam Adam, di bawah Golgota; dan ketika Ia berada di sana, jiwa-jiwa Adam dan Hawa datang kepada-Nya; Ia berbicara kepada mereka beberapa waktu lamanya. Lalu, Ia mengunjungi makam-makam para nabi yang dimakamkan dalam suatu kedalaman yang terdalam di bawah permukaan tanah; tetapi Ia menembusnya dalam sekejap mata saja. Jiwa mereka segera memasuki kembali jasad-jasad mereka dan Ia berbicara kepada mereka serta menerangkan misteri-misteri yang paling menakjubkan. Selanjutnya, aku melihat Yesus, dengan disertai sekelompok nabi pilihan, di antaranya secara khusus aku mengenali Daud, mengunjungi belahan-belahan bumi yang telah dikuduskan oleh mukjizat-mukjizat dan sengsara-Nya. Ia menjelaskan kepada mereka, dengan kasih dan kelemah-lembutan yang luar biasa, berbagai simbol dalam hukum lama yang merupakan nubuat akan masa mendatang; dan Ia menunjukkan kepada mereka bagaimana Ia Sendiri telah menggenapi setiap nubuat. Penglihatan akan jiwa Tuhan kita, yang dikelilingi oleh jiwa-jiwa bahagia ini, dan bermandikan cahaya, sungguh teramat agung tak terlukiskan sementara Ia melayang dengan jaya di udara, terkadang melintas, dengan kecepatan cahaya, di atas sungai-sungai, lalu menembusi bukit-bukit karang yang terkokoh hingga ke pusat bumi yang terdalam, atau bergerak tanpa suara di atas permukaannya.

Aku tak dapat mengingat apa-apa lagi di luar kisah-kisah yang baru saja aku ceritakan mengenai turunnya Yesus ke tempat penantian, ke mana Ia pergi guna menganugerahkan kepada jiwa-jiwa yang tertahan di sana rahmat Penebusan yang telah Ia peroleh bagi mereka dengan sengsara dan wafat-Nya. Aku melihat semuanya ini dalam kilasan waktu yang sangat singkat; sesungguhnya waktu berlalu begitu cepat hingga bagiku serasa sekejap saja. Namun demikian, pada saat yang sama, Tuhan kita memperlihatkan kepadaku suatu penglihatan lain, di mana aku menyaksikan kerahiman tak terhingga yang Ia limpahkan pada masa sekarang kepada jwa-jiwa malang di Purgatorium; sebab dalam setiap perayaan hari yang agung ini, yaitu ketika Gereja-Nya merayakan misteri mulia wafat-Nya, Yesus mengarahkan pandangan penuh belas kasihan kepada jiwa-jiwa di Purgatorium, dan membebaskan sebagian dari mereka yang berdosa terhadap-Nya sebelum penyaliban-Nya. Pada masa sekarang, aku melihat Yesus membebaskan banyak jiwa-jiwa; aku kenal sebagian dari mereka, sebagian lainnya asing bagiku, tetapi tak dapat aku menyebutkan satu pun dari antara mereka.     

Tuhan kita, dengan turun ke tempat penantian, menanamkan (jika aku boleh mengatakannya demikian), dalam kebun rohani Gereja, suatu pohon misterius, yang buah-buahnya - yaitu, jasa-jasa-Nya - diperuntukkan bagi pembebasan yang terus-menerus jiwa-jiwa malang di Purgatorium. Gereja Pejuang haruslah merawat pohon ini dan mengumpulkan buah-buahnya, guna memberikannya kepada Gereja Menderita (= jiwa-jiwa di api penyucian), yang tak dapat berbuat apa-apa bagi dirinya sendiri. Itulah yang kita dapatkan dari segala jasa-jasa Kristus; patutlah kita bekerjasama dengan Dia jika kita rindu memperoleh bagian kita di dalamnya; patutlah kita mendapatkan makanan kita dengan tetesan keringat kita. Segala sesuatu yang telah Tuhan lakukan bagi kita, pada waktunya pasti akan menghasilkan buah dalam keabadian, namun demikian haruslah kita mengumpulkan buah-buah ini pada waktunya, jika tidak, kita tak akan dapat memilikinya dalam keabadian. Gereja adalah bunda yang paling bijaksana dan penuh perhatian; tahun gerejani adalah kebun yang sangat luas dan mengagumkan di mana segala buah-buah bagi kehidupan kekal dikumpulkan bersama, agar kita dapat mempergunakannya pada waktunya. Setiap tahun cukup untuk memenuhi kebutuhan semuanya; tetapi, celakalah tukang kebun yang teledor atau tidak jujur, yang membiarkan buah yang dipercayakan kepadanya binasa; jika ia lalai mempertanggung-jawabkan secara pantas rahmat-rahmat itu, yang akan menyembuhkan mereka yang sakit, menguatkan mereka yang lemah, ataupun mengenyangkan mereka yang lapar! Apabila Hari Penghakiman tiba, Tuan yang empunya kebun akan menuntut pertanggung-jawaban yang seksama, bukan saja dari setiap pohon, melainkan juga dari setiap buah yang dihasilkan dalam kebun.

Yusuf dari Arimatea Dibebaskan Secara Ajaib


Tak lama setelah Santa Perawan kembali kepada para perempuan kudus, kepadaku diperlihatkan bagian dalam penjara di mana Yusuf dari Arimatea dikurung oleh para musuhnya. Yusuf sedang berdoa dengan sungguh-sungguh ketika tiba-tiba suatu cahaya terang-benderang menerangi seluruh tempat itu, dan aku mendengar suatu suara memanggil namanya, sementara pada saat yang sama atap menara terbuka, dan sebentuk cahaya muncul, mengulurkan sehelai kain serupa dengan yang dipergunakan Yusuf untuk membungkus tubuh Yesus. Yusuf menggapai dan mencengkeram kain dengan kedua tangannya, lalu ia ditarik ke atas atap yang terbuka, yang segera tertutup kembali begitu ia melewatinya; penglihatan itu lenyap segera setelah ia aman berada di atas puncak menara. Aku tak tahu apakah itu Tuhan Sendiri ataukah seorang malaikat yang membebaskan Yusuf.

Yusuf berjalan di atas tembok kota hingga tiba di sekitar Senakel, yang dekat dengan tembok selatan Sion; lalu ia turun dan mengetuk pintu bangunan besar itu, sebab semua pintunya terkunci rapat. Para murid yang berkumpul di sana sangat bersusah hati saat pertama kali mereka mendengar raibnya Yusuf, yang mereka pikir pastilah telah dilemparkan ke dalam jurang, sebab telah tersiar kabar burung mengenai hal itu. Karenanya, amat besarlah sukacita mereka saat mereka membuka pintu dan mendapati bahwa ia sendiri yang datang; sungguh, kegembiraan mereka hampir sama dengan ketika Petrus dibebaskan secara ajaib dari penjara beberapa tahun kemudian. Ketika Yusuf selesai menceriterakan apa yang telah terjadi, mereka diliputi perasaan takjub sekaligus sukacita, dan sesudah mengucap syukur dengan sungguh kepada Tuhan, mereka memberinya minum, yang memang sangat ia butuhkan. Malam itu juga, Yusuf meninggalkan Yerusalem dan melarikan diri ke Arimatea, daerah asalnya; di sanalah ia tinggal hingga ia menganggap aman untuk pulang kembali ke Yerusalem.

Aku juga melihat Kayafas menjelang berakhirnya hari Sabat. Ia berada di rumah Nikodemus sedang bercakap-cakap dengannya dan mengajukan banyak pertanyaan dengan kebajikan yang munafik. Nikodemus menjawab dengan tegas, sambil terus menegaskan ketidakberdosaan Yesus. Mereka tidak bercakap lama.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...