Tuesday, March 22, 2011

Perjalanan Yesus Sebelum Ia Disalib Sampai Yesus Bangkit Part 4

Para Penjaga Disiagakan Sekeliling Makam Yesus



Larut malam pada hari Jumat, aku melihat Kayafas dan sebagian pemimpin di kalangan Yahudi mengadakan perundingan mengenai cara terbaik menghadapi fenomena-fenomena yang baru saja terjadi dan dampak yang ditimbulkannya pada rakyat. Mereka melanjutkan pemikiran serta pertimbangan mereka hingga dini hari, lalu bergegas menuju istana Pilatus guna menyampaikan kepadanya, bahwa seperti dikatakan si Penyesat itu sewaktu Ia masih hidup, “Sesudah tiga hari Aku akan bangkit,” maka patutlah dikeluarkan perintah untuk menjaga kubur sampai hari yang ketiga, jikalau tidak, murid-murid-Nya kemungkinan akan datang dan mencuri tubuh-Nya, lalu mengatakan kepada rakyat, “Ia telah bangkit dari antara orang mati,” sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya daripada yang pertama. Pilatus telah berketetapan untuk tidak lagi berurusan dengan perkara ini, ia hanya menjawab, “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya.” Namun demikian, ia menugaskan Cassius untuk mengawasi segala sesuatu yang terjadi serta melaporkan setiap situasi kepadanya secara terperinci. Aku melihat orang-orang ini, yang berjumlah duabelas, meninggalkan kota sebelum matahari terbit dengan disertai sejumlah prajurit yang tidak mengenakan seragam Romawi karena dipekerjakan bagi kepentingan Bait Allah. Mereka membawa lentera-lentera yang dipasangkan pada ujung galah yang panjang, agar mereka dapat melihat sekeliling dengan jelas, sebab malam sangat kelam, dan juga agar mereka dapat memperoleh sedikit penerangan dalam kepekatan gua makam.  


Setibanya di makam, dan sesudah terlebih dahulu melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa tubuh Yesus sungguh terbaring di sana, mereka mengikatkan satu tali pada pintu makam dan satu tali lainnya pada batu besar yang ditempatkan di depannya, memeteraikan semuanya dengan suatu meterai yang bentuknya setengah lingkaran, lalu mereka kembali ke kota, sementara para prajurit menempatkan diri di depan pintu luar. Para penjaga itu berjumlah lima atau enam orang, tiga prajurit bergiliran jaga dengan tiga prajurit lainnya. Cassius tak pernah sekali pun meninggalkan tempatnya, ia tetap duduk atau berdiri di depan pintu masuk gua, sehingga dapat melihat sisi makam di mana kedua kaki Tuhan kita beristirahat. Cassius menerima banyak rahmat batin dan dikaruniai pemahaman akan banyak misteri. Tak terbiasa dengan keadaan pencerahan batin seperti ini, ia sama sekali berada di luar dirinya sendiri, dan hampir sepanjang waktu tetap tak sadar akan hal-hal lahiriah di sekelilingnya. Ia telah berubah total, menjadi orang yang sama sekali baru, melewatkan sepanjang hari dalam tobat, mengucap syukur dengan tak kunjung henti, dan dengan rendah hati menyembah serta memuliakan Tuhan.
Malam Kebangkitan ~ 1


Menjelang berakhirnya hari Sabat, Yohanes datang mengunjungi para perempuan kudus. Ia berusaha menghibur mereka, namun tak kuasa membendung airmatanya sendiri; ia tinggal sebentar saja bersama mereka. Mereka juga mendapat kunjungan singkat dari Petrus dan Yakobus Tua, sesudah itu para perempuan kudus undur diri ke bilik dan melampiaskan dukacita mereka, duduk di atas abu dan bahkan menyelubungi diri lebih rapat lagi.

Doa Santa Perawan tak kunjung henti. Mata batinnya senantiasa tertuju pada Yesus; ia sama sekali tenggelam dalam kerinduan yang berkobar untuk sekali lagi dapat melihat Putra yang dikasihinya dengan cinta yang tak terlukiskan. Sekonyong-konyong, seorang malaikat berdiri di sampingnya, memintanya segera bangkit dan pergi ke pintu rumah Nikodemus, sebab Tuhan sudah sangat dekat. Hati Santa Perawan melonjak kegirangan. Serta-merta ia membungkus tubuhnya dengan mantol dan pergi meninggalkan para perempuan kudus tanpa memberitahukan kepada mereka ke mana ia hendak pergi. Aku melihat langkahnya yang bergegas menuju sebuah pintu masuk kecil yang berada di luar tembok kota, pintu yang sama yang dilewatinya saat ia bersama para sahabat kembali dari makam.

Waktu itu kira-kira pukul sembilan malam; Santa Perawan hampir tiba di pintu masuk ketika aku melihatnya tiba-tiba berhenti di suatu tempat yang amat tersembunyi; ia mendongak ke atas dalam ekstasi sukacita, oleh sebab di atas tembok kota ia melihat jiwa Tuhan kita, bermandikan cahaya, tanpa kelihatan suatu luka pun, dengan dikelilingi para patriark. Yesus turun menyongsongnya, berpaling kepada mereka yang menyertai-Nya dan menunjukkan BundaNya kepada mereka seraya berkata, “Lihatlah Maria, lihatlah BundaKu.” Tampak padaku Yesus menyalami BundaNya dengan sebuah kecupan, lalu Ia menghilang. Santa Perawan berlutut, dan dengan teramat sangat hormat diciumnya tanah di mana tadi Putranya berpijak; jejak-jejak tangan serta lutut Bunda Maria tetap tercetak di atas batu-batu di sana. Penglihatan ini memenuhi hati Santa Perawan dengan sukacita yang tak terkatakan, segera ia menggabungkan diri kembali dengan para perempuan kudus yang sedang sibuk mempersiapkan rempah-rempah dan minyak wangi. Ia tidak menceritakan kepada mereka apa yang baru saja ia lihat, namun ketegaran dan kekuatan akal budinya telah pulih. Ia telah sepenuhnya diperbaharui, sebab itu ia menghibur mereka yang lainnya dan berusaha meneguhkan iman mereka.

Segenap perempuan kudus sedang duduk sekeliling sebuah meja panjang, yang taplaknya terjuntai hingga ke lantai, saat Bunda Maria kembali; di sekitar mereka tampak tumpukan kantong-kantong berisi rempah-rempah; semuanya itu mereka campur dan tata; bejana-bejana kecil berisi balsam harum dan minyak wangi ada di sana, juga berkas-berkas bunga segar, di antaranya aku kenali secara istimewa bunga yang serupa bunga lili. Magdalena, Maria puteri Kleopas, Salome, Yohana dan Maria Salome membeli semua barang-barang ini di kota ketika Bunda Maria pergi. Rencana mereka adalah pergi ke makam sebelum matahari terbit keesokan harinya guna menaburkan bunga-bunga dan wangi-wangian ini ke atas tubuh Guru mereka terkasih.

Malam Kebangkitan ~ 2


Segera sesudahnya, aku melihat makam Tuhan kita. Sekelilingnya sunyi senyap. Ada enam prajurit berjaga; sebagian duduk, sebagian lainnya berdiri di depan pintu; Cassius ada di antara mereka. Cassius bagaikan seorang yang tenggelam dalam meditasi dan dalam pengharapan akan terjadinya suatu peristiwa besar. Tubuh kudus Penebus kita dibungkus dalam balutan kain kafan, dikelilingi cahaya, sementara dua malaikat berlutut dalam sikap sembah sujud, satu di bagian kepala dan yang lain di bagian kaki. Aku melihat mereka dalam sikap yang sama sejak pertama kali Yesus dibaringkan dalam makam. Kedua malaikat ini mengenakan jubah serupa jubah iman. Sikap dan cara mereka menyilangkan tangan di dada, mengingatkanku akan kerubim yang mengelilingi Tabut Perjanjian, hanya saja mereka tanpa sayap; setidaknya aku tidak melihatnya. Keseluruhan makam mengingatkanku akan Tabut Perjanjian pada masa-masa sejarah yang berbeda. Kemungkinan Cassius menyadari kehadiran para malaikat ini, juga cahaya terang yang memenuhi makam, sebab sikapnya bagaikan seorang yang berada dalam kontemplasi mendalam di hadapan Sakramen Mahakudus.

Selanjutnya aku melihat jiwa Tuhan kita, dengan disertai oleh jiwa-jiwa dari antara para patriark yang Ia bebaskan, masuk ke dalam makam melalui batu karang. Ia memperlihatkan kepada mereka luka-luka yang memenuhi sekujur tubuh kudus-Nya; tampak bagiku bahwa kain kafan yang tadinya membungkus tubuh Yesus telah disingkapkan, dan bahwa Ia hendak menunjukkan kepada jiwa-jiwa sengsara dahsyat yang Ia derita demi menebus mereka. Tubuh Tuhan tampak transparan, hingga dalamnya luka-luka yang menembusi daging-Nya dapat terlihat; penglihatan ini memenuhi jiwa-jiwa kudus dengan perasaan hormat yang khidmad, walau perasaan belas kasihan mendalam juga mengharu-birukan mereka hingga airmata mereka bercucuran.

Penglihatanku selanjutnya begitu misterius hingga tak dapat aku menjelaskan atau bahkan mengisahkannya secara jelas. Tampak padaku bahwa jiwa dan tubuh Yesus bersama-sama dibawa keluar dari makam, namun demikian tanpa jiwa-Nya bersatu sepenuhnya dengan tubuh-Nya yang masih tak bernyawa. Aku pikir, aku melihat kedua malaikat yang berlutut dan bersembah sujud di bagian kepala dan kaki tubuh kudus mengangkat jasad-Nya - menjaganya dengan posisi yang tepat sama dengan mana jasad itu terbaring dalam makam - dan membawanya tanpa balutan kain-kain dan rusak oleh sebab luka dan memar, melintasi karang, yang bergoncang sementara mereka lewat. Lalu, tampak olehku Yesus mempersembahkan tubuh-Nya, dengan tanda-tanda stigmata Sengsara, kepada Bapa SurgawiNya, yang duduk di atas sebuah tahta dengan dikelilingi oleh paduan suara para malaikat yang tak terbilang banyaknya, yang dengan penuh sukacita tak henti-hentinya melantunkan madah-madah pujian dan kemuliaan. Halnya mungkin sama dengan ketika, pada saat wafat Tuhan kita, begitu banyak jiwa-jiwa kudus memasuki kembali jasad mereka dan menampakkan diri di Bait Allah dan di berbagai belahan Yerusalem; sebab kemungkinan tubuh-tubuh yang mereka gerakkan itu bukannya sungguh hidup, sebab jika demikian halnya mereka akan harus mati lagi untuk kedua kalinya, padahal mereka kembali ke keadaan mereka yang semula tanpa kesulitan yang berarti; tetapi dapat dianggap bahwa penampakan mereka dalam wujud manusia ini mirip dengan penampakan Tuhan kita saat Ia (jika kita boleh mengatakannya demikian) menyertai tubuh-Nya ke hadapan tahta Bapa Surgawi-Nya.

Saat itu, bukit karang bergoncang begitu hebat, dari puncak teratas hingga ke dasarnya, hingga tiga dari para prajurit di sana terlempar dan jatuh terkapar nyaris tak sadarkan diri. Empat prajurit lainnya sedang tak berada di tempat kala itu; mereka sedang pergi ke kota untuk mengambil sesuatu. Para prajurit yang terlempar hingga terkapar di atas tanah menghubungkan goncangan tiba-tiba itu dengan gempa bumi; tetapi Cassius, walau tak tahu pasti pratanda apakah semua ini, merasakan suatu firasat batin bahwa goncangan itu merupakan pratanda akan terjadinya suatu peristiwa menakjubkan; ia berdiri terpaku dalam pengharapan yang berkobar, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebentar kemudian, para prajurit yang pergi ke Yerusalem kembali.

Lagi, aku melihat para perempuan kudus; mereka telah selesai mempersiapkan rempah-rempah dan sedang beristirahat dalam bilik-bilik mereka; bukan membaringkan diri di atas bantalan panjang, melainkan menyandarkan diri pada kain-kain seprei yang digulungkan pada bantalan. Mereka bermaksud pergi ke makam sebelum matahari terbit, sebab mereka takut berjumpa dengan para musuh Yesus, tetapi Santa Perawan, yang telah sama sekali diperbaharui dan dipenuhi kekuatan baru sejak ia bertemu Putranya, menenangkan mereka serta menyarankan agar mereka tidur barang sejenak, barulah pergi tanpa was-was ke makam, sebab tak akan ada suatu pun yang buruk yang akan menimpa mereka. Mereka segera mematuhi nasehatnya dan berusaha memejamkan mata.

Menjelang pukul sebelas malam ketika Santa Perawan, terdorong oleh perasaan kasih yang tak tertahankan, membungkus tubuhnya dengan sehelai mantol abu-abu dan meninggalkan rumah seorang diri. Ketika aku melihatnya melakukan hal ini, tak dapat tidak aku merasa cemas dan berkata kepada diriku sendiri, “Bagaimana mungkin Bunda yang kudus ini, yang telah terkuras habis tenaganya oleh dukacita dan ngeri, berjalan seorang diri saja menyusuri jalan-jalan saat malam telah demikian larut?” Aku melihat Bunda Maria pertama-tama menuju ke rumah Kayafas, dan lalu ke istana Pilatus, yang sangat jauh jaraknya; aku mengamatinya sepanjang ziarahnya seorang diri menelusuri tempat-tempat yang telah dilalui Putranya dengan memanggul Salib-Nya yang berat. Santa Perawan berhenti di setiap tempat di mana Juruselamat kita menderita suatu sengsara tertentu, atau menerima siksa aniaya keji dari para musuh-Nya yang biadab. Bunda Maria, sementara ia mengayunkan langkah-langkah perlahan, bagaikan seorang yang sedang mencari-cari sesuatu; kerap kali ia membungkuk di atas tanah, menyentuh bebatuan dengan tangan-tangannya, lalu, jika Darah Mahasuci Putranya terkasih tertinggal di sana, ia menghujani batu-batu itu dengan ciuman. Saat itu, Tuhan menganugerahkan kepadanya terang dan rahmat-rahmat istimewa sehingga tanpa kesulitan sedikit pun ia dapat mengenali setiap tempat yang telah dikuduskan dengan sengsara-Nya. Aku menyertainya sepanjang perjalanan panjang ziarahnya yang saleh, dan aku berusaha mengikuti teladannya dengan sekuat tenagaku, mengingat segala kelemahanku.

Bunda Maria kemudian menuju Kalvari; tetapi ketika hampir tiba di sana, sekonyong-konyong ia berhenti, dan aku melihat tubuh dan jiwa kudus Juruselamat kita berdiri di hadapannya. Seorang malaikat berjalan di depan; kedua malaikat yang aku lihat di makam berada di samping-Nya, dan beratus-ratus jiwa-jiwa yang telah ditebus-Nya mengikuti-Nya. Tubuh Tuhan kita cemerlang berkilauan serta menawan, tetapi penampilannya bukan seperti suatu tubuh yang hidup, walau suara keluar daripadanya; aku mendengar Yesus menceriterakan kepada Santa Perawan segala yang telah Ia lakukan di Limbo, dan Ia meyakinkan BundaNya bahwa Ia akan bangkit kembali dengan tubuh-Nya yang telah dimuliakan; bahwa pada saat itu Ia akan menampakkan diri kepadanya, dan bahwa sang Bunda hendaknya menunggu-Nya dekat karang Bukit Kalvari, di tempat di mana ia melihat-Nya jatuh, hingga Ia menampakkan diri. Lalu, Juruselamat kita menuju Yerusalem, dan Santa Perawan, setelah mengenakan kerudungnya kembali, merebahkan diri di tempat yang telah ditunjukkan Putranya. Saat itu, aku pikir, telah lewat tengah malam, sebab ziarah Jalan Salib Bunda Maria setidak-tidaknya menghabiskan waktu satu jam lamanya. Selanjutnya, aku melihat jiwa-jiwa kudus yang telah ditebus oleh Juruselamat kita melakukan Jalan Salib sengsara dan merenung di berbagai tempat di mana Ia menderita sengsara yang begitu dahsyat demi mereka. Para malaikat yang menyertai mereka memungut serta mengumpulkan serpihan-serpihan daging kudus Tuhan kita yang tercabik oleh deraan bertubi yang mengoyakkan tubuh-Nya, mereka juga mengumpulkan percikan-percikan darah yang tercecer di tempat-tempat di mana Ia terjatuh.

Sekali lagi aku melihat tubuh kudus Tuhan kita direntangkan seperti pertama kali aku melihatnya dalam makam; para malaikat sibuk menempelkan kembali serpihan-serpihan daging yang telah mereka kumpulkan; para malaikat memperoleh pertolongan adikodrati dalam melakukan hal ini. Ketika selanjutnya aku merenungkan Tuhan kita, aku melihat-Nya dalam balutan kain kafan, dengan dikelilingi cahaya cemerlang, dengan kedua malaikat yang menyembah di sisi-Nya. Tak dapat aku menjelaskan bagaimana hal-hal ini berlangsung, sebab semuanya jauh di luar pengertian manusiawi kita; dan walau aku memahaminya secara sempurna ketika aku melihatnya, namun demikian semuanya tampak gelap dan misterius apabila aku berusaha menjelaskannya kepada yang lain.

Segera setelah seberkas cahaya samar fajar muncul di ufuk timur, aku melihat Magdalena, Maria puteri Kleopas, Yohana Khuza, dan Salome meninggalkan Senakel dengan tubuh terbalut rapat dengan mantol. Mereka membawa kantong-kantong rempah-rempah; salah seorang dari mereka membawa sebatang lilin menyala di tangan, yang berusaha disembunyikannya di bawah mantolnya. Aku melihat mereka mengarahkan langkah-langkah mereka yang gemetar langsung menuju pintu kecil di rumah Nikodemus.

Yesus Bangkit


Aku melihat jiwa Tuhan kita di antara dua malaikat yang mengenakan pakaian prajurit. Jiwa Yesus begitu cemerlang, berkilau dan gilang-gemilang bagaikan mentari di tengah hari; ia menembusi batu karang, menyentuh tubuh kudus, merasuk ke dalamnya, sehingga keduanya, tubuh dan jiwa-Nya, seketika itu juga menjadi satu. Kemudian, aku melihat tungkai dan lengan-Nya bergerak-gerak, dan tubuh Tuhan kita, yang telah bersatu kembali dengan jiwa-Nya dan ke-Allah-an-Nya, bangkit; kain kafan berjatuhan, seluruh gua diterangi cahaya terang-benderang.

Pada saat yang sama aku melihat suatu monster yang mengerikan muncul dari dalam bumi di bawah makam. Monster itu memiliki ekor ular; ia mendongakkan kepala naganya dengan sombong seolah hendak menyerang Yesus; pula, jika aku mengingatnya dengan benar, ia memiliki kepala manusia. Tuhan kita menggenggam sebatang tongkat putih dalam tangan-Nya, suatu panji-panji besar terpasang pada tongkat itu; Yesus menginjakkan kaki-Nya ke atas kepala naga serta memukul ekornya tiga kali dengan tongkat-Nya; sesudah itu sang naga pun lenyap. Aku melihat penglihatan yang sama ini berulang kali sebelum Kebangkitan, dan aku melihat monster yang serupa, tampak berusaha menyembunyikan diri, pada saat perkandungan Tuhan kita. Monster itu amat mirip dengan ular yang mencobai leluhur kita yang pertama di Taman Firdaus, hanya saja monster ini jauh lebih mengerikan. Aku pikir penglihatan ini ada hubungannya dengan kata-kata nubuat, “keturunannya akan meremukkan kepalamu.” Keseluruhannya dimaksudkan untuk menunjukkan kemenangan Tuhan kita atas maut, sebab pada saat yang sama aku melihat Yesus meremukkan kepala sang naga, makam pun juga lenyap dari penglihatanku.

Kemudian aku melihat tubuh Tuhan kita yang telah dimuliakan bangkit, menembusi batu karang yang kokoh dengan mudahnya seolah karang itu terbuat dari bahan yang lembek. Bumi bergoncang; seorang malaikat dengan pakaian prajurit turun dari Surga dengan kecepatan kilat, memasuki makam, mengangkat batu, menggulingkannya ke samping kanan, lalu duduk di atasnya. Oleh sebab penglihatan yang dahsyat ini, para prajurit jatuh tersungkur ke tanah dan tetap diam tak bergerak seolah tanpa nyawa. Ketika Cassius melihat sinar kemilau yang menerangi makam, ia menghampiri tempat di mana tubuh kudus dibaringkan, mengamati serta menyentuh kain lenan yang tadinya membungkus tubuh Tuhan kita; ia meninggalkan makam dengan maksud hendak pergi serta melaporkan kepada Pilatus segala sesuatu yang telah terjadi. Namun demikian, ia menanti sejenak guna melihat perkembangan selanjutnya; sebab, walau ia merasakan gempa, melihat malaikat menggulingkan batu makam, dan menengok ke dalam makam yang kosong, tetapi ia tidak melihat Yesus.

Tepat pada saat malaikat masuk ke dalam makam dan bumi bergoncang, aku melihat Tuhan kita menampakkan diri kepada BundaNya yang kudus di Kalvari. TubuhNya menawan dan bermandikan cahaya, mempesona dengan keindahan surgawi. Yesus mengenakan sehelai mantol lebar, yang satu saat tampak putih berkilau-kilauan sementara melayang-layang di udara, berkibar kian kemari seturut hembusan angin, dan pada saat yang lain memantulkan ribuan cahaya warna-warni yang kemilau sementara sinar matahari menembusinya. Luka-luka-Nya yang menganga lebar memancarkan cahaya dan dapat terlihat dari jarak jauh: luka-luka di kedua tangan-Nya demikian besar hingga sebuah jari dapat dengan mudah dicucukkan ke dalamnya; berkas-berkas cahaya memancar dari luka-luka itu, bergerak-gerak mengikuti gerakan jari-jemari-Nya. Jiwa-jiwa para patriark bersujud di hadapan Bunda Juruselamat kita sementara Yesus berbicara kepada BundaNya mengenai Kebangkitan-Nya, menceriterakan kepadanya banyak hal yang telah terlupa olehku. Ia memperlihatkan luka-luka-Nya kepada sang bunda; Bunda Maria merebahkan diri untuk mencium kaki-Nya yang kudus, tetapi Yesus menggamit tangannya, membantunya berdiri, lalu Ia pun lenyap.

Ketika aku berada beberapa jauh dari makam, aku melihat cahaya-cahaya terang-benderang memancar di sana, dan juga aku melihat suatu tempat besar yang gilang-gemilang di langit tepat di atas Yerusalem.


TAMAT..:D

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...